Saturday 29 October 2016

[REVIEW] Love In The Kingdom Of Oil



Penulis             : Nawal El-Saadawi
Penerjemah      : Masri Maris
Penerbit           : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Halaman          : 252 hlm, 11 x 17 cm
ISBN               : 978-979-461-811-0

Berita itu muncul dalam surat kabar hari itu, bulan September. Hanya setengah baris, cetakannya pun kabur, bunyinya:
Seorang perempuan pergi cuti dan tidak kembali. (Hlm. 1)
_______________________________________________________________________

BLUR
Diceritakan dalam novel ini seorang perempuan di negeri Timur Tengah yang bekerja tidak selayaknya perempuan lain. Dia mengerjakan apa yang kaum lelaki kerjakan yaitu sebagai arkeolog, yang kemudian menghilang tanpa jejak, atau diduga cuti dengan alasan yang tak jelas. Para pembaca diajak mengalami alur cerita yang dialami perempuan tersebut secara tak lazim. Beragam pertanyaan menghinggapi benak kepolisisan yang menyelidiki kasus ini: apakah perempuan ini tipe pemberontak? Apakah ini sedang mengalami dilema moral? Tak seorang pun memahami bagaimana perempuan tersebut lenyap begitu saja, meninggalkan suami dan rumahnya.
****************

REVIEW
Seperti yang tertera di belakang kovernya, di novel ini penulis menyajikan genre satir surealis dengan memvisualkan hakikat berpikir. Novel ini merupakan novel terjemahan Mesir yang memiliki judul asli Al-Hubbu Fi Zamani An-Nafthi. penulis yang terkenal sebagai tokoh feminis di Mesir ini, menghadirkan keterkaitan antara perempuan dengan sejarah Mesir masa pra-Islam. Pada masa pra-Islam dulu, perempuan diposisikan sebagai imperior yang harus selalu tunduk atas perintah lelaki, sementara lelaki yang diposisikan sebagai superior bebas memerlakukan perempuan sekehendak mereka.

“Aku tak mengerti mengapa kau tidak membebaskan aku.”
“Membebaskanmu?”
“Ya. Aku manusia seperti kau, aku punya hak.”
“Apa?”
“Hak-hak perempuan! Apa kau tak tahu hak-hak perempuan?”
“Kami belum pernah mendengar hal seperti itu. Kami memiliki hak laki-laki. Hanya itu.” (Hlm. 68)

Novel ini merupakan cerita paling surealis yang pernah saya baca. Butuh pemahaman dan ketelitian tingkat tinggi untuk mengartikan setiap adegan pada alur cerita. Yang menarik, tidak ada satu pun nama tokoh yang disebutkan dalam novel ini. Hanya jenis kelamin dan profesi para tokoh saja yang disebutkan sebagai pengganti nama-nama mereka, seperti tokoh perempuan, suami, lelaki, komisaris polisi, atasan si perempuan, raja, para lelaki, dan para perempuan.

Perempuan itu terus melangkah, sambil berpegangan pada tali tasnya yang terjulai dari bahunya, seolah-olah ia sedang digerakkan oelh sesuatu yang tak kuasa ia lawan ke sebuah tuuan yang sudah pasti. (Hlm. 13)
Suami perempuan itu membisu, kedua bibirnya terkatup rapat. Matanya terbelalak seperti orang tersentak dari tidur. (Hlm. 3)
Atasan perempuan itu duduk bersilang kaki. (Hlm. 5)
Inspektur polisi mengangguk tanda mengerti. (Hlm. 5)

Tema novel ini kental dengan unsur feminisme yang menuntut persamaan hak perempuan dan lelaki, dimana seorang perempuan yang lazimnya tinggal di rumah mengurus suami, pada masa itu, namun ia malah bekerja sebagai arkelog dengan segala caci maki yang diterimanya di tempat kerja oleh para rekan kerjanya. Belum lagi tindakan sewenang-wenang suaminya yang pada masa itu dianggap hal lumrah, namun ternyata mengusik batin si perempuan.
Dengan keinginannya yang kuat untuk meraih kebebasan, akhirnya si perempuan pun meninggalkan rumah dan berkelana dengan menggunakan profesinya sebagai arkeolog untuk menemukan dan menggali patung dewa. Karena kepergiannya ini, berbagai pertanyaan pun menghinggapi benak kepolisian yang menyelidiki kasus ini. Mengganggap dia adalah seorang pemberontak, atau bahkan dia sedang gila. Bahkan media cetak pun menggembar-gemborkan masalah ini seolah-olah kepergian perempuan itu merupakan hal yang paling tak masuk akal dan  baru pertama kali dilakukan oleh perempuan masa itu, bahkan hingga sampai ke telinga raja dan mendapat perhatian sepenuhnya oleh penguasa tersebut.

Perempuan itu sedang berteriak-teriak ketika ia siuman. Di mana hak-hak perempuan? Ia sedang terbaring di tempat tidur. Di sekelilingnya ada perempuan-perempuan penjunjung tempayan. Di depan mata mereka ada awan. Selapis minyak hitam menutupi bola mata mereka, dan ada perintah dari Baginda Raja: ‘Setiap perempuan yang tertangkap dengan kertas dan pena dalam genggamannya akan dihukum’. (Hlm. 81)

Perempuan ini digambarkan sebagai sosok yang berani dan bermental kuat, yang ingin keluar dari keimperiornya selama ini. Ia ingin membuktikan bahwa perempuan pun bisa mengerjakan profesi laki-laki, dan perempuan pun adalah makhluk yang kuat sama seperti laki-laki dengan membuktikan bahwa dia bisa menerima siksaan batin dari rekan kerjanya di arkeologi. Bukan hanya itu, perempuan ini juga membuktikan bahwa ia memiliki hasrat yang sama seperti laki-laki untuk menjadi pemimpin misalnya, seperti keinginannya yang kuat pada saat itu untuk menjadi Nabi agar bisa menyembuhkan orang-orang.

“Apa katamu, Engkau ini bicara apa?”
“Aku akan menjadi nabi… agar aku dapat menyembuhkan orang.”
“Apa kau sudah gila? Tidak ada nabi perempuan.” (Hlm. 43)


Mengenyampingkan ceritanya yang surealis dan agak absurb menurut pemahaman saya yang dangkal, cerita ini memberikan pesan yang amat besar tentang asal mula perjuangan perempuan di Mesir pada masa pra-Islam, yang diceritakan penulis dengan gaya sastranya yang khas melalui tokoh perempuan. Penulis sendiri, yakni Nawal El-Saadawi memang terkenal melahirkan semua karyanya yang bertema tentang perjuangan perempuan untuk mendapatkan hak-haknya. Ada banyak karya-karyanya yang disensor oleh badan Mesir dan dilarang di Saudi Arabia dan Libya karena terlalu jauhnya penulis sebagai pejuang hak-hak wanita, menulis karya-karyanya yang dinilai sebagian Negara tak pantas dibaca.
Novel Love In The Kingdom of Oil ini salah satu karya fenomenalnya yang menurut saya bukanlah bacaan ringan yang bisa dinikmati oleh semua kalangan. Novel ini benar-benar memvisualkan hakikat berpikir kita, sehingga dibutuhkan kehati-hatian, bahkan pengulangan bacaan agar bisa memahami isi cerita yang ingin disampaikan penulis. Untuk yang ingin mengetahui bagaimana gerakan Feminis lahir, atau yang tertarik untuk menganalisis Feminisme, novel ini saya rekomendasikan untuk anda.




6 comments:

  1. Wah, aku baru tahu buku ini. Biasanya buku terbitan Obor dari segi isi memang lebih 'berani' dibandingkan penerbit lain :))

    Dulu zaman kuliah ada toko buku yang khusus menjual buku-buku terbitan Obor dan sejenisnya, semenjak pulang kampung gak pernah baca buku-buku sejenis ini, susah nyarinya :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget kak. Saya sampai pesan online ke penerbitnya demi buku ini karena buku ini adalah bahan skripsi saya 😁

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. wah jadi pengen beli dan baca nih! Nawal el shadawi selalu luar biasa dalam berkarya. Baru dua buku yang saya baca dari Nawal, dan belum baca yang Love in Kingdom of Oil. Terima kasih reviewnya ya kak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama2 😁
      Memang kary Nawal tuh 'sesuatu' bingit dan bikin muter otak saya 😂

      Delete
  3. saya mencoba meneliti untuk bahan skripsi saya.. MUDAH2HAN KETEMU BUKUNYA

    ReplyDelete

Kritik dan saran merupakan mercusuar penghibur jiwa yang telah tersesat dalam langkahnya...

[REVIEW] Momiji

Penulis             : Orizuka Penyunting      : Selsa Chintya Penerbit           : Penerbit Inari Penyelaras       : Brigida Ru...